AYAH JUARA 1

-repost from my fb notes-

Senin, 11 April 2011. Aku hanya bisa mengucapkan salam sambil menyium tanganmu -yang tak segagah dulu tapi sangat kuat untuk melindungi kami, keluargamu-  saat kau mengantarkanku pagi itu hingga menaiki bis untuk kembali bekerja. Aku tak ingin berlama-lama di saat-saat seperti itu, bukan, bukan karena aku tak rindu padamu ayah, tapi aku tak ingin menumpahkan air mata ini dihadapanmu.

Pecah juga akhirnya tangisku, tak peduli dengan penumpang di bis, toh kebanyakan merekapun sedang tertidur…tiap kali akan berpisah denganmu, tanpa kau tahu, aku selalu menitikkan air mata. Iya, memang, aku masih seperti yang dulu, gadis kecilmu yang cengeng. Tapi, tangis kali ini lain, sangat pedih.

Engkau memang Ayah juara 1 di dunia buatku, tak berlebihan rasanya. seberat apapun ujian hidup yang Alloh anugerahkan tak pernah engkau keluhkan dihadapan kami anak-anakmu. Sebulan yang lalu saat kutahu “ada yang tidak beres” dengan kondisi perekonomian di rumah (itupun aku tahu dari bibi a.k.a tante, karena kutahu kau tak kan pernah mau bilang). Kau hanya mengatakan: “InsyaAlloh setiap orang ada rizkinya, dan ga mungkin kondisi kita kaya gini terus, ada saatnya di bawah ada saatnya di atas” dengan santainya. Subhanalloh, kau motivator sejati.

Ternyata kali ini pun sama, tak ada perubahan, kulihat malah semakin terpuruk keadaannya. Tapi selalu saja enggan kau tunjukkan. Seperti biasa, setiap kali kepulanganku, kita selalu bergadang hingga larut untuk saling berbagi cerita. Padahal sebelum azan subuh berkumandang, kau harus sudah pergi menjemput rizki. Aku lebih banyak mendengar kali ini, “Teteh ga usah khawatir, kalo ga dapet beasiswa, bapak masih punya tanah buat teteh kuliah S2 tahun ini”. Mohon maaf ayah, aku tidak bisa. Itu terlalu membebanimu. Apapun kebaikan yang engkau pinta, aku berusaha untuk bisa mewujudkannya tapi kali ini mohon maaf. Kau masih ingat? menjelang kelulusan SMA, kau sangat ingin aku masuk Akpol. Meskipun dengan berat hati aku turuti, bagaimana tidak, saat teman-temanku yang lain sibuk dengan tryout UMPTN agar masuk universitas2 paporit (ups, favorit maksudnya, hehee) aku harus berlatih fisik, skipping, lari mengelilingi stadion singaperbangsa, karate (meskipun cuma sampe sabuk kuning, sekarangpun sudah lupa ^^) bahkan sampai konsul ke dokter untuk menaikkan berat dan tinggi badan ^^. Tapi karena kau ayah yang bijak, akhirnya kau menyerah juga dan membiarkanku kuliah…yes!

Aku belajar kegigihan berjuangpun darimu, aku ingin kuliah S2 dengan mendapatkan beasiswa full keluar negeri, tidak terfikir untuk meminta darimu. Pernah aku membayangkan kau dan ibu datang saat aku wisuda nanti, hmmm terharunya… Apakah nanti kau akan menangis saat memelukku seperti pertama kali aku diwisuda saat D3? Belakangan kutahu dari ibu kalau kau menangis sejak memasuki gedung. Kau sangat bahagia bisa menyekolahkanku sampai tahap tersebut, karena kau tidak pernah sama sekali merasakan bangku kuliah apalagi memakai toga. Jadi geli sendiri kalau ingat kejadian saat aku menunjukkan IP semester pertama, kau dengan raut muka agak kesal Continue reading